Saya.
Ini saya. Bukan
siapa-siapa. Jadi terima saya apa adanya.
Hoho... Mungkin gak segitunya. Entahlah.
Akhir-akhir ini saya bingung dengan semua yang terjadi. Wow... ada yang salah?
“You were born to be real, not to be perfect. You’re here to be YOU, not
to be what someone else wants you to be”
Saya
terinspirasi dari statusnya Yuna di Faceebook.
Kalo saya nge-share status tentang
begituan, entar disangka ngikut! Oh no!!
Gak mau-lah!! Masa ngikut-ngikut ‘dia’??!! hoho...
Piss Yun...
Menjadi diri
sendiri. Diri yang mana? Terkadang saya heran dengan mereka yang selalu
‘nyuruh’ untuk menjadi diri sendiri. Apa mereka sedang merasa tidak menjadi
dirinya? Well, termasuk saya!
Ini percakapan saya
dengan seorang teman yang sedikit menginspirasi...
“Ya, ente masih marah, ya?”
Saya bingung,
“Apaan?”
“Itu loh... yang
kemaren. Soalnya sekarang ente berubah.”
“Nggak tuh...
biasa aja!”
“Beneran??”
“Trus ana harus
gimana?”
“Ya... seperti
biasa. Ente yang dulu! Be yourself,
Ya!”
“Oh...”
Sebenarnya saya
keberatan. Saya yang dulu perasaan sama ajah dengan yang sekarang. Bahkan saya
yang sekarang inilah saya yang sebenarnya. Memang sih, awal kita saling kenal,
saya gak se-fulgar ini. Awalnya saya terkesan kurang ramah dan bisa disebut
dingin. Istilah kita-kita, co-ol! Hehe...
itupun karena suatu alasan. Dan mungkin dia baru tahu kalo sebenarnya... saya
seperti ini. Hoho...
ṧṧṧ
Ini
bukan scene of curhat. Saya hanya ingin
berbagi tentang indahnya menjadi diri sendiri. Karena ini hal yang penting.
Banyak sekali orang yang frustasi hanya karena mereka ‘ikut-ikutan’ gaya orang
lain baik secara internal maupun eksternal. Ringkasnya, ayo dengungkan, I Love Me!
Saat
saya dipenuhi masalah –istilah sekarang sih, galau! Saya ingin sekali menjadi seorang Melisa. Yang cuek dengan
segala hal. Tak pernah peduli apa kata orang yang membuatnya sakit. Jika ada
yang membicarakan kejelekannya, ia tersenyum cuek. Seakan itu tak penting
baginya.
Saat
saya dikelilingi asap marah. Ingin sekali rasanya menjadi sesosok Nadin. Yang
selalu mempositifkan segala hal. Meski ia disakiti, ia menganggap itu pelajaran
untuknya. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa ia sedang marah. Ia selalu menjaga
perasaan temannya.
Saat
saya diliputi kabut sedih. Saya berharap bersifat tegar seperti Yuna. Apapun
yang ia hadapi, seakan ringan baginya. Sesulit apapun itu. Ia hanya menangis di
belakang semua orang. Sesedih apapun masalah yang merajam, ia tak
menampakkannya. Ia menutupinya dengan tawa. Tak ada yang tahu bahwa hati itu
sakit. Jiwa itu meringis. Perih. Ia selalu menyelimutinya dengan sempurna.
Namun
inilah saya. Saya ya saya. Saya harus menerima segala kekurangan saya. Meski
saya harus memperbaiki segala sifat yang menurut saya buruk. Tak perlu sampai
mengubah diri hingga batin tersiksa. Saya terkesan dengan kalimat ‘seseorang’
yang saya anggap lebih dari senior saya yang lain.
“Ya...
jangan berubah, ya!”
“Loh??
Memangnya ana kayak gitu, ya??”
“Be yourself! Itu yang terbaik!”
Saya
meleleh.
Well... bukan someone special! Hanya saja ia seseorang yang saya segani sebagai
senior. Dan saya senang dengan kalimat seruan itu. Itu tandanya, saya terkesan menyenangkan
dengan karakter yang seperti ini.
Padahal saya
sendiri bingung. Menurut saya, saya ini kurang! Kurang jika dibandingkan
teman-teman saya yang lain. Kurang baik, kurang tegas, kurang sopan, kurang
pintar, kurang percaya diri, kurang ramah, kurang lembut, yang pokok serba
kurang. Saya merasakan hal itu.
Sekali lagi, ini
bukan curhat! Hanya sekedar memberitahu bahwa menjadi diri sendiri itu,
menyenangkan!
Well... Ada satu hal lagi yang membuat
saya terdiam dan yakin mengatakan “I Love
Me!”
Malam
itu, saya menelpon Yuna. Banyak hal yang kami ceritakan. Mulai dari tugas
kuliah sampe masalah-masalah pribadi. Di sela-sela pembicaraan saya nyeletuk...
“Eh,
Yun! Tadi ana ketemu Kak Fandi, ngobrol banyak. Dia ngomong, kalo dia itu apa
adanya! Haha... ana sambungin aja ‘Kak cover itu memang gak nentuin isi, tapi
menggambarkannya!’ lagian Kak Fandi cerita kalo dia gak bisa dipandang dari
luarnya... haha.. ada-ada ajah!”
“Nah...
itu dia, Ya! Kak Fandi tu sering ngetawain ente!”
“Mang
napa??!! I don’t care!”
“Haha...
Nggak papa kok, Ya! Itu baik! Be
yourself!”
Sedikit
tersinggung. Namun saya tahu, Yuna menilai siapa saya. Dan itu tandanya Yuna
merasa nyaman melihat saya dengan karakter yang seperti ini. Saya pun yakin,
teman-teman yang lain merasa demikian. Akui
sajalah teman-teman?? Hoho...
Awal
tahun perkuliahan, saya akui saja, saya sedikit terkekang dengan sifat saya
yang harus banyak diam dan bicara seperlunya. Saya tidak terbuka dengan
lingkungan sekitar. Istilah co-ol
mungkin bisa dipakai. Tapi saya benar-benar merasa tersiksa. Ingin rasanya
tertawa lepas dan bercerita banyak hal. Well...
itu nggak mungkin! Saya tidak sekelas dengan teman-teman yang membuat saya
nyaman berkisah banyak hal. Untuk itu saya lebih banyak diam dan terkesan
jutek. Co-ol gitu deh...
Namun
terkadang enak juga dicap seperti itu. Hehe...
Dan
kini saya percaya. Menjadi diri sendiri itu sangat menyenangkan. Sisi baik yang
kita simpan dan yang buruknya dibuang atau diperbaiki.
Biarkan saja
dengan teman yang baru mengenalmu, membenci karaktermu. Atau bahkan
menertawakanmu. Mungkin menurutnya itu aneh. Tapi yakinlah! Suatu saat ia akan
menyadari suatu kesalahan bahwa ia telah membencimu atau telah tertawa atas
kelakuanmu. Dan dia akan berteman denganmu dengan cara yang berbeda.
Untukmu yang
berkarakter keras... tak selamanya yang bertingkah lemah lembut itu
menyenangkan. Semuanya tak tentu. Akan terasa nyaman jika kamu bisa menguasai
karaktermu. Yang menyenangkan adalah berteman denganmu dan kamu menghargai
pertemanan itu. Berpikiran jernihlah yang akan mengubah suasana.
Untukmu yang
pendiam... dengarkan! Menurut saya, itu bukan kesalahan. Tidak salah memiliki
karakter yang pendiam dan cenderung tertutup. Kamu punya alasan untuk itu. Dan
tidak selamanya orang supel dan pintar bergaul itu baik. Semuanya punya sisi
baik dan buruk yang berbeda. Tergantung yang menjalaninya.
ṧṧṧ
Terkadang
kita harus menjaga image untuk mendapatkan persentase baik dari lawan interaksi
kita. Namun itu tak membuat hati kita tenang. Kita akan terus terdoktrin dengan
harus selalu tampil prima meski jiwa berkata lain. Memalingkan muka, tanda tak setuju!
Terlihat
biasa saja lebih baik dari pada terlihat lebih. Karena mereka akan kecewa
dengan kau yang terlihat lebih... dan ternyata kau seseorang yang biasa saja.
Namun mereka akan kagum dengan kau yang terlihat biasa saja... dan ternyata kau
seseorang yang lebih.
Untuk
itu, be yourself!
ṧṧṧ
hemmh..jujur aku juga waktu smp dan sma..sangat pendie dan itu tersiksa banget..karena nggak bisa jadi diri kita..tapi sekarang pas kuliah kita bisa menjadi diri sendir dan tertawa sepuasnya setelah ketemu dengan teman yang klop
BalasHapusmenjadi diri sendiri itu lebih baik :)
BalasHapusgak ada yang baru ya kak? ayo smgt..nulis yang baru.
BalasHapusiya..berharap ketemu yang bisa terima aku seadanya :)
Yaps! Emang pada dasarnya lebih nyaman jadi diri sendiri :))
BalasHapus