Minggu, 27 Mei 2012

I Love Me! Kesan Menjadi Diri Sendiri



Saya.
Ini saya. Bukan siapa-siapa. Jadi terima saya apa adanya.
Hoho... Mungkin gak segitunya. Entahlah. Akhir-akhir ini saya bingung dengan semua yang terjadi. Wow... ada yang salah?
“You were born to be real, not to be perfect. You’re here to be YOU, not to be what someone else wants you to be”
Saya terinspirasi dari statusnya Yuna di Faceebook. Kalo saya nge-share status tentang begituan, entar disangka ngikut! Oh no!! Gak mau-lah!! Masa ngikut-ngikut ‘dia’??!! hoho... Piss Yun... 
Menjadi diri sendiri. Diri yang mana? Terkadang saya heran dengan mereka yang selalu ‘nyuruh’ untuk menjadi diri sendiri. Apa mereka sedang merasa tidak menjadi dirinya? Well, termasuk saya!
Ini percakapan saya dengan seorang teman yang sedikit menginspirasi...
 “Ya, ente masih marah, ya?”
Saya bingung, “Apaan?”
“Itu loh... yang kemaren. Soalnya sekarang ente berubah.”
“Nggak tuh... biasa aja!”
“Beneran??”
“Trus ana harus gimana?”
“Ya... seperti biasa. Ente yang dulu! Be yourself, Ya!”
“Oh...”
Sebenarnya saya keberatan. Saya yang dulu perasaan sama ajah dengan yang sekarang. Bahkan saya yang sekarang inilah saya yang sebenarnya. Memang sih, awal kita saling kenal, saya gak se-fulgar ini. Awalnya saya terkesan kurang ramah dan bisa disebut dingin. Istilah kita-kita, co-ol! Hehe... itupun karena suatu alasan. Dan mungkin dia baru tahu kalo sebenarnya... saya seperti ini. Hoho...
ṧṧṧ
            Ini bukan scene of curhat. Saya hanya ingin berbagi tentang indahnya menjadi diri sendiri. Karena ini hal yang penting. Banyak sekali orang yang frustasi hanya karena mereka ‘ikut-ikutan’ gaya orang lain baik secara internal maupun eksternal. Ringkasnya, ayo dengungkan, I Love Me!
            Saat saya dipenuhi masalah –istilah sekarang sih, galau! Saya ingin sekali menjadi seorang Melisa. Yang cuek dengan segala hal. Tak pernah peduli apa kata orang yang membuatnya sakit. Jika ada yang membicarakan kejelekannya, ia tersenyum cuek. Seakan itu tak penting baginya.
       Saat saya dikelilingi asap marah. Ingin sekali rasanya menjadi sesosok Nadin. Yang selalu mempositifkan segala hal. Meski ia disakiti, ia menganggap itu pelajaran untuknya. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa ia sedang marah. Ia selalu menjaga perasaan temannya.
            Saat saya diliputi kabut sedih. Saya berharap bersifat tegar seperti Yuna. Apapun yang ia hadapi, seakan ringan baginya. Sesulit apapun itu. Ia hanya menangis di belakang semua orang. Sesedih apapun masalah yang merajam, ia tak menampakkannya. Ia menutupinya dengan tawa. Tak ada yang tahu bahwa hati itu sakit. Jiwa itu meringis. Perih. Ia selalu menyelimutinya dengan sempurna.
          Namun inilah saya. Saya ya saya. Saya harus menerima segala kekurangan saya. Meski saya harus memperbaiki segala sifat yang menurut saya buruk. Tak perlu sampai mengubah diri hingga batin tersiksa. Saya terkesan dengan kalimat ‘seseorang’ yang saya anggap lebih dari senior saya yang lain.
            “Ya... jangan berubah, ya!”
            “Loh?? Memangnya ana kayak gitu, ya??”
            “Be yourself! Itu yang terbaik!”
            Saya meleleh.
          Well... bukan someone special! Hanya saja ia seseorang yang saya segani sebagai senior. Dan saya senang dengan kalimat seruan itu. Itu tandanya, saya terkesan menyenangkan dengan karakter yang seperti ini.
Padahal saya sendiri bingung. Menurut saya, saya ini kurang! Kurang jika dibandingkan teman-teman saya yang lain. Kurang baik, kurang tegas, kurang sopan, kurang pintar, kurang percaya diri, kurang ramah, kurang lembut, yang pokok serba kurang. Saya merasakan hal itu.
Sekali lagi, ini bukan curhat! Hanya sekedar memberitahu bahwa menjadi diri sendiri itu, menyenangkan!
Well... Ada satu hal lagi yang membuat saya terdiam dan yakin mengatakan “I Love Me!”
            Malam itu, saya menelpon Yuna. Banyak hal yang kami ceritakan. Mulai dari tugas kuliah sampe masalah-masalah pribadi. Di sela-sela pembicaraan saya nyeletuk...
        “Eh, Yun! Tadi ana ketemu Kak Fandi, ngobrol banyak. Dia ngomong, kalo dia itu apa adanya! Haha... ana sambungin aja ‘Kak cover itu memang gak nentuin isi, tapi menggambarkannya!’ lagian Kak Fandi cerita kalo dia gak bisa dipandang dari luarnya... haha.. ada-ada ajah!”
            “Nah... itu dia, Ya! Kak Fandi tu sering ngetawain ente!”
            “Mang napa??!! I don’t care!”
            “Haha... Nggak papa kok, Ya! Itu baik! Be yourself!
         Sedikit tersinggung. Namun saya tahu, Yuna menilai siapa saya. Dan itu tandanya Yuna merasa nyaman melihat saya dengan karakter yang seperti ini. Saya pun yakin, teman-teman yang lain merasa demikian. Akui sajalah teman-teman?? Hoho...
         Awal tahun perkuliahan, saya akui saja, saya sedikit terkekang dengan sifat saya yang harus banyak diam dan bicara seperlunya. Saya tidak terbuka dengan lingkungan sekitar. Istilah co-ol mungkin bisa dipakai. Tapi saya benar-benar merasa tersiksa. Ingin rasanya tertawa lepas dan bercerita banyak hal. Well... itu nggak mungkin! Saya tidak sekelas dengan teman-teman yang membuat saya nyaman berkisah banyak hal. Untuk itu saya lebih banyak diam dan terkesan jutek. Co-ol gitu deh...
          Namun terkadang enak juga dicap seperti itu. Hehe...
         Dan kini saya percaya. Menjadi diri sendiri itu sangat menyenangkan. Sisi baik yang kita simpan dan yang buruknya dibuang atau diperbaiki.
Biarkan saja dengan teman yang baru mengenalmu, membenci karaktermu. Atau bahkan menertawakanmu. Mungkin menurutnya itu aneh. Tapi yakinlah! Suatu saat ia akan menyadari suatu kesalahan bahwa ia telah membencimu atau telah tertawa atas kelakuanmu. Dan dia akan berteman denganmu dengan cara yang berbeda.
Untukmu yang berkarakter keras... tak selamanya yang bertingkah lemah lembut itu menyenangkan. Semuanya tak tentu. Akan terasa nyaman jika kamu bisa menguasai karaktermu. Yang menyenangkan adalah berteman denganmu dan kamu menghargai pertemanan itu. Berpikiran jernihlah yang akan mengubah suasana.
Untukmu yang pendiam... dengarkan! Menurut saya, itu bukan kesalahan. Tidak salah memiliki karakter yang pendiam dan cenderung tertutup. Kamu punya alasan untuk itu. Dan tidak selamanya orang supel dan pintar bergaul itu baik. Semuanya punya sisi baik dan buruk yang berbeda. Tergantung yang menjalaninya.
ṧṧṧ
            Terkadang kita harus menjaga image untuk mendapatkan persentase baik dari lawan interaksi kita. Namun itu tak membuat hati kita tenang. Kita akan terus terdoktrin dengan harus selalu tampil prima meski jiwa berkata lain. Memalingkan muka, tanda tak setuju!
            Terlihat biasa saja lebih baik dari pada terlihat lebih. Karena mereka akan kecewa dengan kau yang terlihat lebih... dan ternyata kau seseorang yang biasa saja. Namun mereka akan kagum dengan kau yang terlihat biasa saja... dan ternyata kau seseorang yang lebih.
            Untuk itu, be yourself!
ṧṧṧ

4 komentar:

  1. hemmh..jujur aku juga waktu smp dan sma..sangat pendie dan itu tersiksa banget..karena nggak bisa jadi diri kita..tapi sekarang pas kuliah kita bisa menjadi diri sendir dan tertawa sepuasnya setelah ketemu dengan teman yang klop

    BalasHapus
  2. menjadi diri sendiri itu lebih baik :)

    BalasHapus
  3. gak ada yang baru ya kak? ayo smgt..nulis yang baru.

    iya..berharap ketemu yang bisa terima aku seadanya :)

    BalasHapus
  4. Yaps! Emang pada dasarnya lebih nyaman jadi diri sendiri :))

    BalasHapus

Di bawah entri laman